Surat Cinta Sang Bidadari

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…

 

Suamiku, sebelum melepas kepergianmu untuk berjuang fii sabiilillah, izinkanlah istrimu memberikan sedikit bekal sebagai teman dalam perjalananmu, walau pun istrimu ini tak pandai merangkai kata indah yang dapat menyentuh qalbu, kutulis surat ini sebagai pelipur rindumu padaku…

Suamiku tercinta…

Kepergianmu menempuh perjalanan, menyeberangi lautan, meninggalkan rumah tanggamu, keluargamu tercinta, juga kampung halamanmu tempatmu berdakwah, bukanlah untuk bermain-main, bertamasya, ataupun sekedar rehat dari segala penat. Kepergianmu adalah membawa misi Agung yang hanya orang terpilihlah yang sanggup mengemban tugas ini, di tanganmu tergenggam panji Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah yang harus kau tancapkan di bumi manapun yang kau pijak hingga Cahaya-Nya  memancar memenuhi seluruh penjuru bumi.

 

Suamiku terkasih…

Janganlah engkau merasa lemah semangat ataupun berputus asa dalam berdakwah jika seruan dakwahmu  tak dipedulikan ataupun dipandang sebelah mata oleh Hamba-hamba Allah ta’ala, justru dalam keadaan seperti itulah hendaknya engkau mengingat inilah suatu Sunnah yang istimewa dan pusaka para Anbiya As. Lihatlah bagaimana Rasulullah saw. dan para sahabat ra.hum. berdakwah dengan begitu bersusah-payah. Mereka dicaci, dimaki, dan disakiti bahkan nyawa mereka pun menjadi taruhannya, bersabarlah dengan sedikit kesusahan yang didapat karena engkau akan mendapat pahala yang besar sebagaimana para sahabat. Dan jika engkau disambut, dimuliakan, serta dakwahmu mendapat banyak perhatian ummat maka anggaplah sebagai hadiah dan karunia dari Allah ta’ala. dan asbab keberkahan usaha da’wah para sahabat ra.hum., jangan kau anggap keberhasilan, sanjungan, sambutan sebagai hasil dari ketawajuhanmu dalam berdakwah sehingga engkau akan merasa telah mencapai puncak keberhasilan dalam dakwah dan merasa puas dengannya.

Dengan penuh ketawajuhan dan hanya mengharap keridhaan-Nya, dakwahmu dan perjuanganmu akan Allah ta’ala. pandang sebagai sesuatu yang tak ternilai harganya walaupun dibandingkan dengan seluruh dunia beserta isinya. Subhanallah…

 

Da’i Allah yang dicintai-Nya…

Orang tua kita berkata: ”Waktu adalah seumpama Kereta Api yang berjalan di mana jam, menit dan saat diibaratkan sebagai gerbong-gerbongnya,  kita merupakan penumpang yang memenuhi gerbong itu, sekarang hal-hal keduniawian kita yang tidak bernilai telah menempati kereta api hidup kita, sehingga benda-benda ini tidak membolehkan amalan-amalan yang baik lagi mulia yang berhubungan dengan akhirat menapak di dalamnya, maka tugas kita adalah bertindak dengan gigih agar amalan-amalan yang memperoleh Ridha Allah ta’ala, dan menjanjikan kebahagiaan Akhirat dapat mengambil tempat yang sekarang ini ditempati hal-hal duniawi yang tidak berharga.”

 

Duhai belahan jiwaku….

Ketiadaanmu di sisiku adalah seperti seorang buta yang kehilangan tongkat  penuntunnya berjalan, yang tak tahu kemana mencarinya. Hatiku meronta ingin menahan kepergianmu. Namun Aku tegarkan hatiku kuteguhkan jiwaku untuk tidak menangisi kepergianmu. Dengan hati gerimis duka kuhantar kepergianmu menuju Pintu medan tarbiyyah Dakwah. Engkau harus tahu suamiku di balik kesedihanku ditinggalkan fii sabilillah olehmu terselip beribu kebahagiaan dan selaksa kebanggaan yang tak dapat aku lukiskan karena engkau telah dipilih-Nya untuk meneruskan risalah Kekasih-Nya yang Mulia.

Suamiku tercinta…

Aku bangga bersuamikan Mujahid sepertimu, walaupun kata orang-orang kau adalah “Pengangguran”  yang tak jelas pekerjaannya, mondar-mandir kesana-kemari tanpa tujuan yang pasti, namun bagiku kau adalah seorang pengusaha besar  yang bekerja pada sebuah “MEGA PROJECT”  proyek Maha besar, Perusahaan yang bergerak pada perbaikan diri dan Ummat yang pekerjanya pun orang-orang pilihan. Tak akan ada yang sanggup memberikan gaji yang luar biasa, yang bumi pun tak sanggup menampungnya selain perusahaan ini, yang tak akan pernah habis kubelanjakan di seluruh toko di dunia ini.

Aku bahagia ketika menyambut kedatanganmu yang penuh debu dan hanya membawa  satu tas pakaian kumal yang harus kucuci, karena kutahu debu-debu yang menempel pada pakaianmu jauh lebih berharga daripada sekedar buah tangan yang kau bawa, karena setiap butiran debu dapat menjadi perisai api neraka buatku.

 

Suamiku tersayang...

Adakah yang dapat aku korbankan  untuk  membantu perjuangan Dakwahmu?

Aku malu terhadap isteri Rasulullah saw. tercinta, bunda Khadijah Al-Kubra sang milyuner nan dermawan  yang rela menyerahkan seluruh harta bendanya dan kebangsawanannya untuk membantu dakwah Rasulullah saw., Kekasih Allah ta’ala., Suaminya tercinta, bahkan beliau pun rela tulang-belulangnya dijadikan titian untuk para tentara Allah ta’ala., Sehingga Rasulullah  saw. pun sangat membanggakannya bahkan Allah ta’ala.  dan para malaikatnya sering menitipkan salamnya untuk beliau. Subhanallah, betapa bahagianya Sang Penghulu Surga ini. Seandainya aku memiliki sesuatu yang berharga yang pantas aku berikan dalam membantu tersebarnya hidayah Allah ta’ala. sehingga dapat menghantarmu menjelajahi seluruh belahan bumi ini akan berusaha aku korbankan, namun aku belum mampu bahkan tak akan pernah bisa seperti Bunda Khadijah r.ha, aku hanya bisa mengorbankan jiwa dan raga serta perasaan yang lemah ini untuk selalu siap kau tinggalkan fii sabilillah.

Suamiku, tegaklah langkahmu jangan kau jadikan diriku penghalang Da’wahmu, jangan kau bebani langkahmu dengan perkara yang melemahkan jazbah da’wahmu. Pergilah dengan penuh semangat menyambut  takaza Illahi.

 

Suamiku tersayang…

Tahukah engkau ketika kudapati kau tiada di sisiku hatiku  menjadi gundah siapakah yang akan melindungiku saat dirimu pergi?  Namunku teringat bukankah kau telah serahkan diriku kepada Sang Maha Penjaga yang penjagaan-Nya jauh lebih baik daripada security terhebat di dunia, kenapa aku harus resah dengan ketiadaanmu yang tergantikan dengan ribuan Malaikat hafadzah  yang mengelilingiku setiap saat dengan tanpa lalai sedikitpun.

Suamiku, ketika pelukanmu tiada hangatkan malam-malamku sebagaimana saat kau ada di sisiku, tapi aku yakin do’a-do’amu selalu menyelimutiku setiap saat.

Suamiku, di kala dinginnya malam menghampiri kesendirianku, aku tak memungkiri, aku merindukanmu dan menginginkanmu ada disisiku namun kutepis keinginan itu dengan menghidupkan malam-malamku bermunajat kepada yang lebih pantas kurindukan, aku memohon kepada-Nya untuk sampaikan setiap kerinduanku padamu tanpa mengusik kekhusyuanmu dalam menjalankan Perintah-Nya untuk menyampaikan seruan-Nya.

 

Suamiku terkasih…

Rasa cemburu terkadang menghampiri aku tatkala keluarga yang lain senantiasa bersama setiap saat, sedangkan diriku jarang sekali menikmati kebersamaan denganmu, namun aku harus kuat menjalani kehidupan ini, aku harus menyadari inilah resiko istri seorang da’i yang harus selalu siap ditinggalkan kapan pun untuk menyambut takaza Agama. Berat memang, tapi ini adalah pilihan hidup kita yang harus dijalani dengan ikhlas. Tak mengapa di dunia ini kita harus selalu terpisah jarak dan waktu karena kita sedang mengusahakan sebuah pertemuan yang tak akan pernah ada perpisahan lagi, Aku ikhlas suamiku, karena Ridha-Nya tak akan pernah bisa aku dapatkan jika ridhamu tak aku raih untuk meringankan setiap langkahku dalam menempuh perjalanan kehidupan yang abadi kelak.

 

Suamiku tersayang…

Tetangga kanan kiri kita selau bertanya-tanya kepadaku kemanakah dirimu pergi sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan pergi? Tidakkah diriku merasa kesepian selalu ditinggal pergi olehmu? Karena kelemahanku aku hanya mampu tersenyum menjawab pertanyaan mereka, aku takut suamiku, ketika aku menjelaskan kemanakah dirimu pergi dan untuk apakah engkau pergi mereka malah mencibir dan merendahkan pekerjaanmu yang mulia, tetapi ketika suami-suami mereka pergi berbulan-bulan untuk mencari dunia semata tanpa mengusahakan perbaikan agama keluarganya  mereka tak pernah mempertanyakannya sebagaimana mempertanyakan kepergianmu. Mereka senang dengan kepulangan suami mereka yang membawa gemerincing harta  yang banyak, terkadang hatiku sakit mendengar “nyanyian sumbang“  mereka tentang orang yang keluar fii sabiilillah yang hanya bisa menghabiskan uang tanpa menghasilkan “sesuatu” yang bisa dibawa untuk keluarganya, kenapa mereka yang harus meributkannya?  Tapi aku slalu menghibur diri, aah…mungkin mereka belum paham arti hidup yang sebenarnya bukanlah di dunia yang fana ini atau mungkin da’wah ku belum sampai kepada mereka.

Suami dunia Akheratku…

Kau pun tak pernah lupa untuk melibatkanku dalam dalam Da’wah-da’wahmu, alasanmu adalah agar aku lebih paham akan nilai amal daripada nilai amwaal yang selama ini banyak dipuja kaum wanita. Dan yang lebih utama agar aku bisa menjadi pelengkap sayapmu sehingga kau mampu terbang dengan sempurna ke seluruh penjuru dunia. Sungguh indah hidup ini suamiku ketika aku tahu tujuan Allah ta’ala. menciptakan dan mempersatukan kita di dunia ini.

Aku jadi lebih paham kenapa engkau menutupi seluruh dari bagian tubuhku tanpa terkecuali? Karena kau tak rela tubuhku dinikmati oleh orang yang tidak berhak untuk melihatku dan agar aku lebih tahu nilaiku sebagai seorang wanita yang begitu dimuliakan oleh Allah ta’ala. Sungguh banyak sekali ‘ilmu yang kudapat dari majlis yang kuikuti sehingga menumbuhkan gairahku untuk beramal, setelah aku tahu keutamaan seorang wanita yang berdiam di rumahnya, menjaga dirinya, harta suaminya, dan keluarganya. Tak ingin lagi rasanya aku keluar dari rumah.

 

Duhai pelipur kalbuku…

Kutahu kau mencintaiku dan kau pun harus tahu betapa aku mencintaimu. Aku sangat mendamba selalu berada di sampingmu, bercanda, tertawa, dan menangis denganmu. Sungguh aku ingin terus berada di sisimu, namun tidak semua yang diinginkan manusia pasti diraihnya. Kau bukan hanya milikku seorang tapi juga milik ummat seluruh ‘alam. Aku mencintaimu tapi aku tak mau rasa saling mencintai di antara kita menjadi hijab cinta kita Kepada-Nya. Bukankah kita saling mencintai karena Allah ta’ala? Aku ingin terus bersamamu tapi aku ingin Ridha-Nya selalu bersama kita. Aku tak ingin menjadi penyekat hidayah-Nya. Bukankah cinta sejati itu tidak saling mendzalimi?

Cinta  sejati adalah cinta yang dibangun untuk mencapai Ridha Illahi. Aku menginginkan selalu bersamamu di dunia dan akherat. Marilah sayangku, kita meretas jalan menuju kebahagiaan yang hakiki. Jadikanlah istrimu ini Ratu Bidadari yang menantimu lebih dahulu di syurga-Nya untuk menyambut kedatanganmu.

Duhai suamiku,    Pergilah…pergi sejauh dan selama masa yang Allah ta’ala. kehendaki. Aku hanya bisa menghantarmu dengan Do’a sepenuh hati dan setetes air mata penuh cinta, aku kan menantimu di gerbang pintu harapan penuh cinta dan Ridha Illahi.

 

Sampai jumpa wahai cintaku …

Di sana, di sisi Tuhan kita Rabb ‘Alamin, Dia menantikan kita berpesta, sibuk dalam kesenangan yang tak akan ada akhir dan perpisahan. Do’a dan air mataku akan selalu menemani hari-hari perjuanganmu.Tegarkan hatimu kuatkan ‘AZZAM mu untuk menolong agama Allah ta’ala.

Rasulullah saw. akan tersenyum bahagia melihat perjuanganmu, dan Allah ta’ala. pun bangga dengan hamba-hamba-Nya  yang rela mengorbankan harta, jiwa dan harga dirinya hanya untuk Agama-Nya. Wahai Mujahidku, jangan kecewakan Allah ta’ala. dan Rasulullah saw., berikanlah yang terbaik buat Allah ta’ala., Rasulullah saw. dan Ummat seluruh ‘Alam.

Suamiku yang Alloh cintai,...

Ingatlah di mana pun kau berada bahwa sesungguhnya apapun keadaanmu sadarilah bahwa dirimu adalah hamba Allah ta’ala, maka dengan sekuat kemampuanmu jadikan aku seorang istri yang dapat membantumu untuk meraih kesempurnaan penghambaan diri kepada Ilahi.

Bantu aku agar menjadi pendamping meraih ridha-Nya…tegurlah aku bila kelemahanku engkau terhambat dalam menghambakan diri kepada-Nya.

Yaa Allah, beri aku taufiq untuk menjadi teman suamiku dalam merentas jalan-Mu. Jangan Engkau jadikan aku hambatan bagi suamiku dalam menghambakan dirinya kepada-Mu.

Suamiku, bagaimana pun dirimu, sesungguhnya kau adalah Ummat Rasulullah saw. Maka ingatlah kewajiban dirimu adalah berda’wah, dan jadikan aku di sampingmu sebagaimana (Sayyidah) Khadijah Al-Kubra di samping Rasulullah saw. Yang setia dalam setiap suasana dan keadaan di dalam perjuangan agama.

Suamiku, meski aku tak sesempurna Shahabiyyah tapi aku berniat dengan segenap kemampuanku, untuk membantumu dalam menyebarkan hidayah hingga ke seluruh ’alam. jadikan aku sayap penopang dalam pencapaianmu menjadi Ummat terbaik.

Yaa Allah, bantu aku untuk menjadi wanita, sebagaimana wanita Shahabiyyah bagi suaminya dalam perjuangan iman. Dan jangan Engkau jadikan aku sebagai penghalang hidayah bagi ummat sekalian ’alam.

Suamiku, kau adalah lelaki pilihan Allah ta’ala. untuk menjadi pendamping hidupku.

Kau adalah pemimpin bagiku, pimpinlah aku untuk menjadi hamba Allah ta’ala. Umat Rasul-Nya dan istri yang menta’atimu.

Suamiku, sungguh aku tak memberatkan agar kau penuhi seluruh kewajibanmu sebagai seorang suami, tapi berusahalah untuk menjadi seorang suami yang di kehendaki Allah ta’ala. dan Rasul-Nya. agar nanti di akhirat di antara kita tak ada lagi tuntutan saling menyalahkan.

Suamiku, jangan terkesan dengan kelemahanku. Fahami bahwa kelemahanku adalah kebutuhanku akan bimbinganmu. Pandanglah aku dengan mata kasih sayang jika, tidak sungguh kau akan dapati aku sebagai manusia biasa berlumur kekhilafan dan kau mungkin akan menjauh daripadaku.

Suamiku, sungguh dengan segala kelemahan dan kefaqiranku, percayalah aku memiliki niat yang besar agar menjadi sosok manusia sempurna di sampingmu sebagaimana yang di kehendaki Allah ta’ala. dan Rasul-Nya. dan aku berharap engkau telah ridha dengan apa yang telah Dia putuskan...aku sebagai istrimu.

Selamat berjuang Mujahidku, di mana pun engkau berada Allah ta’ala. senantiasa bersamamu dan do’a-do’aku pun selalu setia mengiringi langkah-langkah perjuanganmu yakinlah pertolongan Allah ta’ala. begitu dekat. Usahlah ada air mata, tersenyumlah untukku  suamiku bukankah Allah ta’ala. akan pertemukan kita kembali.

Doamu dan keridhoanmu aku nantikan selalu…

 

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.                      

Dengan penuh cinta : istrimu.                   

Share This Post: