ROSO DAN ROSI

depi

Di atas kursi sofa duduk seorang gadis berkulit sawo matang, hidung mancung, bibirnya yang tipis, mata sipit, tinggi semampai dan rambut lurus kepirang-pirangan, gadis cantik itu bernama Rosi. Rosi merupakan anak perempuan tunggal di keluarganya, kakaknya yang tua telah menjadi seorang pengacara dan adik bungsunya tengah kuliah jurusan arsitek di Kota Medan, sedangkan orang tuanya sendiri sudah pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Rosi terlahir sebagai seorang gadis dari daerah Minangkabau. Rosi sendiri masih nganggur dan belum memiliki pekerjaan, hanya saja terkadang dia bekerja sebagai guru silat. Kemampuannya dalam bela diri memang patut di acungi jempol. Hari itu Rosi duduk di sofa sambil membaca koran mencari-cari lowongan pekerjaan agar dirinya tidak menjadi pengangguran lagi.

 

Sekian lama membalik-balik tumpukan koran akhirnya ia menemukan lowongan pekerjaan yaitu sebagai model salah satu majalah pria dewasa di daerah Bandung Jawa Barat. Karena tekadnya yang sudah bulat akhirnya ia memutuskan untuk pergi merantau ke Jawa. Sebelum pergi Rosi berpamitan pada kedua orang tuanya memohon izin dan doa restu agar dapat meraih impiannya tersebut. Orang tua Rosi sebenarnya tidak mengizinkan anak gadisnya itu pergi merantau karena kondisi ekonomi keluarganya yang bisa dibilang lebih dari cukup.

 

Rosi beruntung bisa terlahir dari keluarga yang kaya dan terpandang, karena masih banyak anak-anak di luaran sana yang harus berjuang demi mendapatkan sesuap nasi. Alasan Rosi sendiri ingin pergi merantau di samping ingin menjadi model dirinya juga ingin merasakan menikmati uang dari hasil jerih payah sendiri. Dengan berat hati akhirnya kedua orang tua Rosi mengizinkan anaknya tersebut untuk pergi mengadu nasib ke rantau orang, hanya saja orang tuanya berharap agar ia selalu ingat pada kedua orang tuanya dan tidak melupakan sholat 5 waktu.

 

Esok harinya berangkatlah Rosi ke tanah Jawa tempat dirinya akan mencari keberuntungan, dengan bekal wajah yang cantik dan alamat tempat seleksi pemotretan model tersebut. Rosi berangkat naik pesawat dan turun di bandara. Setibanya di luar bandara, dengan banyak bertanya akhirnya Rosi memakai jasa ojek menuju gerbang bandara untuk mendapatkan angkutan kota (angkot) yang menuju pusat kota ke alamat yang dicari. Sesampainya di daerah yang dituju, angkot pun berhenti di sebuah jalan dekat toko pakaian. Lalu Rosi melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki mencari alamat yang tertulis di kertas kecil yang dibawanya. Di tengah jalan dia dihadang oleh sekomplotan preman yang tengah mengintainya dari belakang.

“Hai cewek manis mau kemana nih, boleh abang temenin gak?”

Dengan kesal ia menjawab “apa-apaan nih, kalian mau nyulik gue? Ya udah maju sini kalo emang berani. Loe jual gue beli!”.

“wah, kita di tantangin sama nih cewek. Sabar neng kita cuma pengen ajak eneng happy-happy kok. Mau gak?” tertawa terbahak-bahak.

“Gue gak butuh loe ajak happy, emang kita kenal. Jangan beraninya cuma sama cewek doang loe ya? Sini maju satu persatu kalau memang nantangin gue!”

“hahahaaa.... keras kepala juga si neng geulis ini mah” tawa si preman.

“apa yang loe ketawain, memangnya gue kayak badut loe liat?”

“Gak, kayak bidadari turun dari langit, ikut abang yuk cantik”

“Kapuyuak loe… Udah hitam, jelek, pendek, pesek, kurang ajar lagi. Gak punya sopan santun dan tata krama, gak di ajarin sama orang tua loe, atau loe emang gak punya otak?”.

“Sialan, geulis-geulis kasar pisan euy!”, ucap salah seorang preman sambil berusaha memegang tubuh Rosi.

“kurang ajar loe, berani loe mau megang gue. Maju loe semua gue kagak takut” bentak Rosi sambil memasang kuda-kuda sambil mengepal kedua tangan.

 

Seorang pemuda yang lewat dan melihat kejadian itu datang dan mencoba menolong Rosi yang sedang di kelilingi komplotan preman. Akhirnya para preman bertarung melawan pemuda tersebut, tapi pemuda itu kalah jumlah dengan para preman sehingga membuat pemuda tadi babak belur. Rosi yang melihat kejadian tersebut tidak mau diam dan segera mengambil posisi melawan preman-preman yang tengah menghajar pemuda itu. Rosi memukul leher dan mematahkan lengan mereka, preman-preman tersebut berusaha melawan balik serangannya, tapi sayang sekali serangan mereka selalu meleset dan dapat di tangkis oleh Rosi. Sehingga komplotan preman yang tadinya hendak menggodanya di beri stempel tinju semua.

 

Karena bakatnya memang ada di silat maka tidak salah lagi Rosi lah yang menjadi pemenang pertarungan kali ini,

“Sial, kita salah sasaran bro. Ini mah cewek jadi-jadian!” Seru salah satu preman pada teman-temannya, akhirnya merekapun kabur dan melarikan diri.

“Sini saya bantu berdiri, masih kuat kan?” tanya Rosi pada pemuda yang membantunya itu.

“Ia neng, makasih ya udah nolongin saya?” sambil merintih kesakitan sambil memegang pelipis matanya yang bengkak.

“Harusnya saya yang bilang makasih, karna abang udah mau menolong saya dari komplotan preman tadi”.

“Ia sama-sama neng” sambil bangkit dan berdiri.

Dalam hati pemuda ini sebenarnya terselip rasa ingin tau tentang wanita cantik yang tengah berdiri di depannya tersebut. Si pemuda dengan nada ramah mencoba bertanya padanya,

“neng kalau saya boleh tau namanya siapa dan mau kemana?”

“Nama saya Rosi, saya mau nyari alamat di kertas ini, sebenarnya saya sendiri baru pertama kali ini ke Jawa!” jelasnya.

“Laaaa... memangnya neng Rosi dari mana teh?”

“Saya dari Padang, nama abang siapa?”

“Nama saya Roso. Rosi di sini punya keluarga gak?”

“Gak” terdiam sejenak sambil menundukkan kepala.

“kalau Rosi gak keberatan, Rosi ikut aja ke tempat saya. Kalau di kota besar gak baik cewek hidup sendirian tanpa sanak saudara, kehidupan di kota ini keras neng. lagian saya juga di rumah cuma tinggal berdua sama ibu, ayah saya udah lama bercerai sama ibu. Tapi maaf rumah saya gak mewah, gak sebesar dan sebagus istana. Rumah saya cuma sebuah gubuk kecil, dan kalau kamu gak keberatan kamu boleh untuk sementara tinggal di rumah saya. Saya kasihan lihat kamu sendirian disini, apa lagi kamu perempuan”. Tukas pemuda itu mencoba menjelaskan pada Rosi.

Dengan nada ragu-ragu ia menjawab “Waaaahhh...gimana ya, saya bukannya gak mau, saya cuma takutnya ntar saya malah ngerepotin abang!”

Sambil tersenyum tipis pemuda tersebut mencoba meyakinkan Rosi “Gak apa-apa kok neng, justru saya senang bisa membantu orang yang sedang kesusahan”.

“Sip deh kalau kayak gitu saya mau. Makasih ya bang udah mau berbagi tempat tinggal?”

“Ia neng Rosi, sama-sama”.

 

Merekapun meninggalkan jalanan tadi dan berangkat menuju rumah tempat tinggal si pemuda. Setiba di rumah pemuda itu memperkenalkan Rosi kepada sang ibu “Bu, perkenalkan ini Rosi. Rosi orang Padang, dia di sini gak punya keluarga makanya saya bawa ke rumah, saya harap ibu mau mengizinkan Rosi sementara tinggal barengan sama kita”.

“Eleuh-eleuh.. ngomong naon atuh kamu sep, ya pastilah emak bolehin. Apa lagi si eneng mah geulis”. Tukas sang ibu tersenyum manis pada Rosi.

“makasih ya ibu udah memberikan Rosi izin buat numpang tinggal sama ibu dan bang Roso, Rosi janji gak bakal ngerepotin ibu dan bang Roso?”

“Jangan ngomong seperti itu mah neng, ibu senang bisa memberikan bantuan sama neng geulis. Istirahat dulu sana neng. Kalau mau mandi kamar mandinya ada di belakang, biar ibu siapkan makanan buat kita makan”.

Rosi pun beristirahat sejenak dan mandi, setelah mandi ia makan bersama dengan anak dan ibu tersebut.

 

Keesokan harinya Roso menemani Rosi mencari alamat tempat seleksi foto model yang tertulis di sebuah kertas kecil yang terselip di saku Rosi. Lama berjalan akhirnya mereka menemukan alamat yang dituju, Rosi mendaftarkan diri dan ikut kontes akademi foto sebagai percobaan. Karena kondisinya yang memungkinkan untuk menjadi seorang model dengan tinggi yang semampai serta wajah ayu yang memukau, Rosi pun lolos sebagai model majalah pria dewasa. Rosi beruntung bisa terpilih dan sekarang ia dapat menyewa kontrakan.

 

Karena kesuksesannya tersebut kini namanya telah tersohor sampai ke tanah Minang tempat ayah ibunya tinggal. Tapi Rosi tidak pernah melupakan kebaikan Roso yang telah membantunya menggapai impiannya itu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, semakin hari Rosi dan Roso semakin akrab, hingga pada suatu hari Roso mengungkapkan isi hatinya pada Rosi “Rosi, sejujurnya sejak lama aku sudah memendam perasaan ini sama kamu”.

“Perasaan apa bang, Rosi gak ngerti maksud abang apa?”

“Anu neng.. kalau aku bilang jangan marah ya Si?”

“Ya, bilang aja bang. Aku gak bakalan marah kok!”

Dengan lidah yang patah-patah Roso coba mengutarakan isi hatinya “Sebenarnya.... sebenarnya aaaaa... aa ..aaa aku suuuu ..suuuka sama kamu Si”.

“Ah, masak ia bang Roso suka sama aku?” pipinya menjadi merah.

“Ia Si, aku sayang dan suka sama kamu. Tapi aku sadar kalau aku bukanlah orang kaya. Kamu kan tau kalau kerjaanku hanya sebagai tukang pangkas rambut. Makanya selama ini aku lebih memilih memendam rasa ini dari pada mengutarakan isi hatiku padamu. Aku cuma takut nantinya kamu akan menolak karena diriku yang miskin ini”. Wajah Roso terlihat murung, deg-degan akan jawaban dari Rosi. Kembali dia melanjutkan pertanyaan kembali.

“Rosi kamu mau gak jadi istriku?”

“maksudnya, bang Roso mau nikahi Rosi?”

“Ia Si, aku ingin kita nikah!”

“Ia bang, aku mau. Aku juga suka sama abang. Aku gak masalah sama pekerjaan abang. Aku sukses begini juga karna kamu, bang. Kalau aja dulu abang gak ada pada saat aku di ganggu preman mungkin aku gak akan bisa jadi seperti ini, dan abang juga udah berbaik hati mengizinkan aku untuk tinggal bersama dengan abang dan ibu abang. Makasih ya bang?”. menggenggam tangan Roso dan tersenyum manja.

Roso pun membalas genggaman tangan Rosi “Ia Si, sama-sama”. Akhirnya mereka berdua pun berencana untuk menikah. Minggu selanjutnya setelah kejadian Roso mengungkapkan perasaanya pada Rosi mereka berangkat ke tanah kelahiran perempuan itu dengan harapan hubungan mereka dapat direstui oleh kedua orang tua Rosi.

 

Setibanya di Padang, betapa bahagianya orang tua Rosi menyambut kedatangan anak gadisnya yang telah sukses di rantau orang. Maka terjadilah adegan mengharukan antara ayah, ibu dan anak “Rosi, anak den sayang. Lah pulang kau mah piak. Lah lamo kau ndak pulang, lah rindu amak jo abak ka kau?” sambil memeluk anaknya dengan erat.

“Iyo mak, baa kaba amak jo abak. Lai sehat-sehat aja mak, bak?” tanya Rosi pada kedua orang tuanya.

“Ia nak, abak jo amak sehat. Lah semakin kamek se anak abak nampaknyo” sela ayah Rosi.

“Hahaa.. abak bikin hiduang awak kambang jadi kayak bunga mau mekar aja ah!”

“Jan baitu bana nak, kok kambang lo hiduang kau beko maledak meletus pulonyo”.

“Abak ko bikin ketawa aja, lah tu bak. Oh ya, awak pulang mambao calon minantu ka untuak amak jo abak tacinto”.

“kenalkan bak iko Roso calon minantu amak jo abak, bang Roso ko urang Banduang asli bak, mak!”

Roso menyalami tangan kedua orang tua Rosi “Salam kenal ya bu, pak. Saya Roso”.

“Iyo nak, salam kenal lo. Kami orang tuanya Rosi. Kalau boleh tau apa pekerjaan kamu nak?”

“Saya membuka usaha pangkas rambut pak!”

Ayah Rosi kelihatan marah dan memanggil anaknya Rosi “Rosi kamari kau, abak ka mangecek jo kau”.

“Apo bak, manga?”

“Kau jauah-jauah ka Banduang jadi model terkenal kini ka balaki jo tukang pangkeh. Salain tukang pangkeh gai cari baa emangnyo, mode ndak ado lai nan nio ka kau”.

“Bukannyo co itu bak, tapi salamo ambo di Banduang ambo bagantuang ka inyo. Inyo yang alah manolongan awak, karano inyo lo awak bisa sukses takah iko. Kalau ndak ado inyo antah pulo lah jadinyo”.

“Tasarah kau lah nak, abak ndak setuju, doh”.

“Pokoknyo ambo inyo jo nan ka iyo di abak, kalau ndak jo inyo bialah ambo ndak balaki di abak!”.

“Kareh kapalo kau ko nak, karajonyo se tukang pangkehnyo. Baa kau ka bisa sanang?”

“Sanang ndak sanang nan pantiang kami jalani”.

 

Mendengar percakapan antara Rosi dan ayahnya yang terdengar kasar, Roso jadi merasa bersalah dan sedih “Pak, saya memang gak ngerti bapak dan Rosi ngomong apa, tapi kalau bapak gak suka sama saya, saya akan pergi dari sini dan tidak akan mengganggu keluarga bapak lagi. Tapi yang harus bapak tau, saya sayang sama Rosi dan saya akan berusaha sekuat dan semampu saya untuk membahagiakan dia”. Tukas Roso.

“Saya bukannya gak suka sama kehadiran kamu nak, tapi saya cuma berfikir apakah kamu bisa membahagiakan anak saya seperti kami memberi kebahagiaan pada anak kami ini. Karna Rosi merupakan anak gadis kami satu-satunya, seharusnya kamu mengerti”.

“Saya tau pak, saya akan berusaha untuk memberi kehidupan yang lebih baik bagi Rosi”.

“Baiklah nak, kalau seperti itu saya merestui hubungan kalian berdua. Tapi pesan saya tolong kamu jaga anak saya baik-baik dan kamu sekali-kali jangan sampai menyakiti hatinya”. Sambil menepuk bahu Roso.

“Makasih pak, saya janji sama bapak dan ibu. Saya gak akan membuat Rosi sedih atau pun sakit hati karena sikap saya”.

 

Mereka berduapun pada akhirnya melangsungkan pernikahan di kota kelahiran Rosi. Setelah pesta di gelar Roso dan Rosi kembali ke Bandung dan memulai rumah tangganya yang masih di bilang baru, mereka hidup pas-pasan. Setelah sekian lama menjalani lika dan liku kehidupan rumah tangga akhirnya berkat kerja keras dan kegigihannya Roso dapat membuka cabang pangkas rambut, bahkan sekarang dia telah menjadi pemilik pangkas rambut terbanyak di Bandung. Lengkap pula kebahagiaan mereka dengan hadirnya si buah hati buah cinta Roso dan Rosi. Kini mereka menjadi orang terkaya di Kota Bandung. Tak lupa Roso membawa ibunya tinggal di rumah baru mereka yang sangat mewah bagaikan istana.

Share This Post: