Dua Cinta

04.00 AM

 

[“Alhamdulillaah...”]

 

Pagi dunia... Yeah... Dia kembali membanggakanku pada-Nya, Pujaanku, Tuhan seluruh alam. Dan aku yakin, seperti biasa Pujaanku akan kembali menghiasiku menjadi lebih indah dan semerbak di hatinya, untuknya. Dengan demikian, ia akan semakin ceria dalam menebarkan pesonaku, untuk menghadirkan bahagia di sekelilingnya.

Ups, aku lupa. Kenalkan, aku Cinta. Cinta yang bahagia, karena aku merasa terjaga, bersamanya. Tahu kenapa? Karena dia senantiasa menyediakan waktunya, mempertemukanku dengan Pemilikku, Pujaanku. Menurutku sih, memang begitu harusnya, karena ada ku adalah anugerah untuk bahagianya. Jadi, karena Pujaaku menciptakanku dengan pakaian kesyukuran, untuk usahanya itu kuhadiahkan berbagai penghargaan, yang membahagiakan.

 

[“Bismillaah...”]

 

Gemericik air pun mulai terdengar memecahkan sunyi yang melelapkan. Satu demi satu anggota wudhunya mulai menyusupkan kesegaran bagi seluruh komponen jiwa dan raganya. Ia pun segera meraih pakaian kehormatannya untuk menghadap Pujaanku, yang tentunya juga Pujaannya.

 

[“Allaahu akbar...”]

 

Hahaha... Ingin rasanya ku teriakkan pada dunia, betapa bahagianya aku menikmati seluruh aktivitas hariannya. Bagaimana tidak, setiap paginya senantiasa mengajakku bertemu Pujaanku. Dan itu semua akan membuatku semakin sehat dan indah.

 

Selesai shalat tahajud ia mulai menyenandungkan kata-kata Pujaanku. Getaran-getaran hatinya terkadang meneteskan air mataku yang semakin membuatnya merendah, rendah di hadapan Pujaanku. Namun, di saat-saat itulah Pujaanku semakin meninggikannya. Dan aku, oh, semakin mempesona.

 

07.00 AM  

 

[“Bismillaahi tawakaltu ‘alallaahi, laa haula wa laa quwwata illaa billaahil’aliyyul ‘azhiim.”]

 

Kembali ia membanggakanku pada Pujaanku lewat kalimat pengagungan itu. Saatnya berkarya... Dengan semangat paginya ia mulai menebarkan pesona dan semerbak wangiku pada semua yang dilewatinya. Tua, muda, bahkan balita tersenyum padanya. Tidak terkecuali rerumput yang senantiasa menyenandungkan lagu yang sama dengannya, menyanjung Pujaanku. 

 

Setiap tugasnya dilalui dengan senyum keyakinan. Walaupun terkadang Pujaanku menggodanya dengan ujian-ujian yang melemahkan, senyumnya tetap bisa kembali terlukis. Aku yakin, itu semua pasti karena Pujaanku senantiasa menghiasiku dihatinya sebagai imbalan atas penjagaannya padaku. 

 

Tak..tak..tak..

 

Setiap sekitar 3 jam, benda itu senantiasa mengingatkannya untuk kembali membawaku mendekati Pujaanku. Dia menyebutnya Dhuha, Zuhur, Ashar, dan Maghrib. Menurutku, itu semua pasti ia lakukan untuk mengisi kembali energinya yang terus menipis, seiring selesainya tugasnya satu per satu. Selamat menikmati, Bos. Aku akan selalu menyemangatimu.

 

20.00 PM 

 

Time for family. Mereka yang terikat dalam jaring khususku di hatinya, menikmati kehangatanku darinya. Wajah-wajah itu memancarkan warna-warna indah kebahagiaan. Semua itu, seolah menjadi hiburan yang menyegarkan kembali, jiwa dan raganya yang lelah beraktivitas seharian. Dan aku, merasa semakin mempesona.

 

 

 

 

21.00 PM

 

            Sepertinya, lembaran-lembaran itu mulai menarik perhatian untuk disentuh. Di sisa-sisa malamnya, ia mulai beraksi dengan sersannya. Ups, I mean, serius tapi santai, bro. Dan aku, setia setiap saat.

 

22.00 PM

 

Waktunya istirahat... Ia mulai merebahkan badannya. Sambil memperhatikanku, ia mulai mengingat semua aktivitasnya hari ini. Setiap muncul sinyal-sinyal salahnya, ia memohon ampunan kepada Pujaanku. Seolah, ia sangat takut membuat ku ternoda, walau setitik saja. Padahal, aku hampir tidak menemukan sikapnya yang membuatku sedih, walau hanya menimbulkan sedikit kerutan keningku. Semua yang disentuhnya, ditatapnya, dirasakan dan dinikmatinya adalah yang memang haknya. Dan Pujaanku meridhoinya. Hm... hari-harinya senantiasa menambah poinku dari Pujaanku untuknya. Terima kasih wahai jiwa, yang aku terjaga bersamamu.   

 

[“Bismika Allaahumma ahya wa bismika amuut.”]

***

Sementara itu...

04.00 AM

 

[“Huaaaaah...”]

 

Oh, no... Kain lebar itu kembali menyembunyikan seluruh tubuhnya. Dengan nyenyaknya ia mengabaikanku, yang makin mengurus karena menanggung kerinduan akan sentuhan-Nya, Pujaanku. Betapa aku ingin bertemu Sang Pujaan, yang menghadiahkanku untuknya. Tapi, oh... Kapankah derita ini akan berakhir, Tuhan.  

 

07.00 AM

 

            Uh... Akhirnya ia bisa juga bersiap melaksanakan aktivitasnya yang sudah menanti. Dengan terburu-buru ia mulai hanyut dalam kesibukannya. Sesekali ia melirik benda kecil yang membalut pergelangan tangannya. Dengan penuh harap, aku terus menanti saat ia akan membawaku menemui Pujaanku. Namun, air mataku tertahan karena memang ia tidak mempedulikanku. Hal itu semakin menyakitiku. Bahkan terkadang ia mencubit-cubitku dengan kebiaasaannya yang jauh dari  tingkah polah yang diatur Pujaanku. Seenaknya makan dan minum dengan tangan kirinya, pembicaraan yang jauh dari mengingat keberadaan Pujaanku, atau mata yang seolah tak terawasi memelototi semua kesenangan sesaat yang mengelilingi. Entah, apa mungkin ia tidak pernah tahu? Atau tidak mau tahu, betapa semua aturan Pujaankulah yang akan memberikan bahagia sesungguhnya untuknya.  

 

20.00 PM

 

Time for family... Oh, kapankah suasana itu akan ku nikmati? Sambil sibuk bersiap ia berceloteh tak putus-putusnya dengan mereka di luar sana. Dengan cepat ia sudah kembali menaiki kendaraanya menuju lokasi-lokasi tujuannya yang sudah tak asing lagi bagiku. Bersenang-senang dengan seseorang yang disebutnya teman spesial, atau mereka yang sehobi dengannya. Bercanda, bersuka ria. Melepas lelah, katanya.

 

Seiring waktu, tingkahnya makin menjadi seenaknya. Menikmati semua yang tidak dihalalkan Pujaanku untuknya. Aku berteriak-teriak kesakitan. Semua ini menodaiku, wahai jiwa...  

 

23.00 PM

 

Aku lelah. Semakin lemah. Mungkin, semua ini memang akan terus membuatku sakit yang bertambah-tambah. Tanpa ku pedulikan lagi, ia sudah kembali disembunyikan kain lebar itu. Oh, Pujaanku. Ambil aku darinya, untuk kembali pada-Mu.  

***

 

 

Share This Post: